Kamis, 02 Mei 2013

Tempat wisata di Kabupaten Pare-Pare


Uraian materi Tempat wisata di Kotamadya Pare-Pare

Sumur Jodoh

Sumur jodoh yang terletak di Cempae, Kecamatan Soreang sebagai salah satu potensi wisata selalu menarik untuk diungkap. Pada tahun 1977, menurut salah seorang budayawan Parepare, Andi Syamsu Alam. B.Sc, saat potensi sumur jodoh dipentaskan dalam pameran pembangunan di Kota Makassar, terjadi sebuah ‘keanehan’ yang menarik untuk diceritakan.

Usai pameran salah seorang wartawan dari Jakarta merasa penasaran dan berkunjung ke Parepare ingin mengenal dan melihat lebih dekat lokasi dan sumur jodoh di Cempae Kota Parepare. Setelah di sana wartawan tersebut menimba air sumur tersebut dan berkumur-kumur. Anehnya, air sumur di atas laut itu tidak asin, ternyata berasa tawar. Lalu ia meminumnya, alhasil setelah dia balik ke Jakarta empat bulan kemudian dia mengirim undangan perkimpoian ke Parepare.

Sejarahnya:
Diambil dari sejarah Sultan Hasanuddin (Raja Gowa) dan lontara bugis Makassar ketika perluasan kerajaan Bone mengarungi lautan Pasifik serta diperkuat ulasan wilayah Parepare dalam lintasan sejarah oleh Edward L. Poelinggoman, Tokoh Sejarah Nasional pada museum sejarah Propinsi Sulawesi Selatan. Kebijakan VOC 1668, mendorong Raja Bone bergiat memperluas pengaruh kekuasaannya di Sulawesi Selatan. Dalam perjalanan dari Bone menuju Mallusetasi (di batas Parepare-Barru) melintasi Sidenreng Rappang (Letta) dan sempat menguasai daerah Sumpang Pala (Pabbaresseng) kabupaten Sidrap.

Lapatau Raja Bone, pelanjut perjuangan A. Tenri Tetta (Arung Palakka), melanjutkan perjalanannya ke daerah Mallusettasi. Dalam perjalanannya sempat menjumpai sebuah batu menyerupai seekor kuda sedang bertelungkup. Anehnya batu tersebut dapat bergerak dan berbunyi suara kuda dan berpindah tempat, membuat Lapatau (Raja Bone) sangat heran dan kaget sehingga raja Bone terpaksa tinggal di daerah itu dan memberi nama daerah itu Batu Kiki karena batu tesebut berbunyi kiki bagaikan suara kuda, kemudian diberi nama Bacukiki dan Lapatau membentuk suatu kerajaan.
Beberapa lama kemudian Lapatau tinggal di kerjaan Bacukiki, sempat mengawini seorang warga masyarakat disana. Tidak lama kemudian istrinya (permaisuri) melahirkan anak perempuan dan diberi nama Andi Tenri Uleng. Usia 16 tahun, A. Tenri Uleng berwajah sangat cantik, membuat panglima kerajaan/tobarani sangat terpesona dan mencintai Andi tenri Uleng. Begitu pula permaisuri juga sangat senang sama panglima karena wajah tampan dan sopan santun. Karena takdir Tuhan, musibah menimpa Andi Tenri Uleng. Ia diserang penyakit penyakit kusta, mengakibatkan masyarakat Bacukiki merasa khawatir dan gelisah terhadap penyakit A. Tenri Uleng yang dinilai dapat menyebar ke masyarakat.

Usaha para penghulu, adat tujuh dan masyarakat untuk mengobatinya tetapi tak kunjung sembuh malah makin parah. Maka keputusan adat tujuh menyingkirkan A. Tenri Uleng dari pusat Kerajaan Bacukiki atas usul raja dan permaisuri. Dan disayembarakan bahwa barang siapa yang dapat menyembuhkan A. Tenri Uleng, apabila laki-laki akan dikimpoikan, bila perempuan akan dijadikan saudara.

Dalam sayembara tersebut muncul beberapa peserta sayembara antara lain Sanrebo (Ahmad Patujuh) dari Cempae Kelurahan Watang Soreang dan tak ketinggalan Panglima Kerajaan/Tobarani meminta izin untuk ke Gunung Bawakaraeng mencari obat buat Andi Tenri Uleng. Ahmad Patujuh justru mengusulkan agar Andi Tenri Uleng dapat dibawa ke Cempae untuk diobati selama 40 hari 40 malam. Atas keputusan adat tujuh sebagai salah satu lembaga dalam struktur pemerintahan Kerjaan Bacukiki dan mendapat restu Raja dan permaisuri, A. Tenri Uleng dibawa ke Cempae Kelurahan Watang Soreang oleh Ahmad Patujuh dan dikawal pasukan kerajaan menuju ke Soreang.
Andi Tenri Uleng selama dalam pengasingan, pekerjaannya cuma menjaga padi yang sedang dijemur di depan rumah setiap pagi. Setiap hari Jumat jam 09.00, muncul seekor Kerbau Belang. Setiap kemunculannya, selalu menjilati sekujur tubuh A. Tenri Uleng. Sehabis dijilati, kerbau tersebut langsung menghilang, tiba-tiba muncul Ahmad Patujuh dan menanyakan kepada Andi Tenri Uleng atas apa yang barusan terjadi pada dirinya sehingga badannya nampak kemerah-merahan. Dijawab bahwa baru saja ada seekor kerbau belang yang menjilati sekujur tubuhnya, yang pada hakekatnya kerbau belang tersebut jelmaan Ahmad Patujuh sebagai kerbau belang untuk mengobati Andi Tenri Uleng.

Setiap kali Andi Tenri Uleng habis dijilati kerbau belang, Ahmad Patujuh membawanya ke laut untuk dimandikan dan diminumkan airnya. Anehnya air laut tersebut tidak asin, dan selama 40 hari 40 malam dilakukan hal seperti itu berangsur-angsur penyakitnya sembuh dan wajahnya makin bersinar, cantik dan bercahaya bagaikan sinar matahari. Hingga pada suatu hari warga kerajaan Bacukiki dikagetkan dan gelisah melihat ada dua matahari yang terbit satu di timur satunya di barat hingga menimbulkan tanggapan akan terjadi kiamat karena tak mungkin ada dua matahari yang terbit. Maka raja menyuruh seorang pengawal kerajaan memeriksa terbitnya matahari disebelah barat. Setibanya di Cempae , ternyata bukan matahari yang terbit.

Tetapi wajah A. Tenri Uleng bersinar memancarkan cahaya bagaikan sinar matahari yang muncul dari dalam rumah tempat pengasingannya. Pada sosok wanita cantik itu, pengawal bertanya dimana sekarang A. Tenri Uleng, dijawab, saya yang bernama A. Tenri Uleng, anak raja yang diasingkan di Cempae Soreang. Ketika itu pengawal langsung bergegas meninggalkan tempat pengasingan dan melapor pada baginda raja, bahwa sinar matahari yang terbit itu adalah A. Tenri Uleng yang sudah sembuh, dan dialah yang bersinar bagai sinar matahari, wajahnya semakin cantik dan mempesona.
Lapatau, Raja Bacukiki didampingi permaisurinya memanggil adat tujuh dan pabbicara (Humas) kerajaan. Disepakati menjemput A. Tenri Uleng untuk dibawa kembali ke kerajaan Bacukiki. Sayangnya, dalam penjemputan A. Tenri Uleng tidak bersedia jika Ahmad Patujuh tak diikut sertakan sebagai wujud janji raja bacukiki dan permaisurinya untuk mengawinkan pada siapa pun orang yang mampu dan telah menyembuhkan penyakitnya.

Raja Bacukiki, Lapatau, merestui permintaan tersebut. Maka dilakukanlah penjemputan secara adat kerajaan. Di kerajaan disambut rasa gembira dan pesta kerajaan. Sementara acara penjemputan dan pesta adat, tiba-tiba muncul Panglima Kerajaan Bacukiki yang baru saja tiba dari Gunung Bawakaraeng membawa obat untuk A. Tenri Uleng. Panglima kaget melihat wajah A. Tenri Uleng sudah sembuh dan semakin cantik. Perasaannya kecewa karena obat yang dibawa dari gunung tersebut langsung dibuang, dilemparkan disusul tangisan meledak karena merasa usahanya gagal. Padahal permaisuri tadinya senang jika panglima yang mengawini anaknya, sehingga terjadilah perdebatan antara raja dan permaisuri, Ahmad Patujuh dan Panglima kerajaan tersebut. Hasil rapat dan musyawarah menyepakati jalan tengah yang dianggap lebih adil berupaya menyelesaikan lewat pertarungan kerins dalam sarung. Tetapi A. Tenri uleng tidak menyetujui karena dinilai tak manusiawi, kemudian ia mendatangi Ahmad Patuju agar menolak ajakan tersebut, tetapi Ahmad Patujuh pasrah atas keputusan adat untuk diadu dalam satu sarung.

Pertarungan keris dalam satu satung segera dimulai. Sementara berlangsung pertarungan tiba-tiba pengawal panglima kerajaan datang memisahkan kedua belah pihak dengan tombak terhunus. Tak disengaja tombaknya menusuk mengenai perut panglima dan langsung membuka sarung dan membungkus mayat panglima, lalu menuju ke hadapan raja serta bersujud di depan raja.
Raja Bacukiki, Lapatau, menginstruksikan seluruh pengawal kerajaan dan adat tujuh segera mempersiapkan upacara pemakaman Panglima Perang Kerajaan dan mengundang seluruh masyarakatnya.

Setelah selesai acara pemakaman, raja dan permaisurinya memanggil Ahmad Patujuh bersama A. Tenri Uleng dan menanyakan kepada Ahmad Patujuh, “Hai Ahmad, aga akkuragammu naweddingngi Mupasau lasanna anrimmu Tenri Uleng?”. Ahmad Patujuh kemudian menjawab, ‘Degaga akkuragakku Puang, engkami Seddi Tedong Buleng lellungngi anrikku Tenri Uleng, nalepe’i Siddi watakkale, wettunna Esso Juma ri ele’e, narekko purasi puang rilepe tedong bulengnge, utiwisi ucemmei ritasi’e sibawa kupenungengngi uae tasi’e, nakkomiro Puang akkuragakku nasau lasanna anrikku Andi Tenri Uleng”. Andi Tenri Uleng kemudian berkata “Tongeng-tongengngi ro nasengnge Ahmad Patujuh”.

Setelah wawancara Raja Bacukiki dan Hamad Patujuh, maka dijadwalkan waktu pelaksanaan pesta perkimpoian keduanya. Raja dan permaisuri menetapkan bahwa lokasi tempat pengobatan penyakit Andi Tenri Uleng diberi nama “Bujung Pattimpa Parakkuseng” artinya bujung adalah sumur, pattimpa adalah pembuka dan parakkuseng adalah jodoh. Karena berkat air sumur yang ada di laut yang dinikmati Andi Tenri Uleng, Raja Bacukiki, Lapatau, mengalokasikan di Soreang tempat penampungan pengobatan masyarakat yang terkena penyakit kulit dan diberi nama Rumah Sakit Kusta Lauleng.



 Kebun Raya Jompie 
 Salah Satu potensi pariwisata Kota Parepare yang belum terkelola dengan baik adalah kebun raya Jompie. Kelestarian kebun raya yang tahun 2010 lalu mendapat penghargaan sebagai hutan kota terbaik keenam di Indonesia ini, tetap terjaga dan menjadi paru-paru kota. Kebun raya Jompie yang dibangun sejak tahun 1920 menyimpan keanekaragaman hayati serta menjadi obyek wisata dan pusat penelitian tumbuhan tropis, terutama tanaman endemik Sulawesi.
Kawasan yang dulunya bernama Celebes Tour ini memiliki luas 13,5 hektar dan bagian dari kompleks Hutan Alitta. Lokasinya terletak di Kelurahan Bumi Harapan, Kecamatan Soreang dengan jarak dari pusat Kota Parepare sekitar 3,5 kilometer. Letak kebun raya Jompie sangat strategis karena muda dijangkau, baik dengan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum. Menariknya lagi, kawasan kebun raya Jompie sangat dekat dengan akses jalan menuju Kabupaten Pinrang dan Sidrap.

 Selain menyajikan pemandangan hutan tropis, fasilitas yang ada di objek ini adalah area parkir, visitor centre, toilet, kamar mandi, bangku taman, pos keamanan, area piknik, tempat bilas, ruang pertemuan yang berada tepat di sisi kolam renang dan tempat berkemah, selain untuk berwisata, tempat ini juga bisa menjadi lokasi Dinas Pariwisata Kota Pareparean, khususnya di bidang ilmu kehutanan.  Di dalam kawasan Hutan Raya Jompie terdapat beberapa fasilitas fisik antara lain sebuah kolam renang, 14 buah shelter (tempat istirahat), arena perkemahan (camping ground), gedung pertemuan, saluran drainase, dan jalan setapak yang menjangkau setiap sudut dari Hutan Kota Jompie.

Aktivitas utama yang dapat dilakukan di Hutan Kota Jompie antara lain : tracking, hiking, rekreasi hutan, Dinas Pariwisata Kota Pareparean flora dan fauna, menikmati panorama, sedangkan aktivitas penunjang yaitu kegiatan berkuda, bersepeda, fotografi, berkemah, berenang.

Pantai (Lumpue dan Tonrangeng)


Obyek wisata pantai ini merupakan obyek wisata yang sangat familiar bagi masyarakat Kota Parepare. Tempat ini  memiliki pemandangan khas pantai tropis dengan pantai landai yang berpasir putih dengan berlatar belakang jejeran pohon kelapa dan bukit batu namun secara umum kondisi lingkungan terlihat kurang terawat. 

Terletak sekitar 1 km dari perbatasan Kota Parepare dan kabupaten Barru dan sekitar 7 km arah selatan dari pusat kota dengan kondisi jalan yang sangat bagus dan untuk menuju tempat ini tersedia banyak tumpangan umum dari pusat kota, seperti angkutan kota yang disebut petepete sampai ojek. Letaknya secara administrasi berada dalam wilayah kelurahan Lumpue kecamatan Bacukiki Barat, kedua pantai ini hanya dipisahkan bukit batu dengan daya tarik utama yaitu  pantai dengan segala aktivitas wisatanya dan pemandangan laut tropis, di sekitar pantai juga bisa dijumpai perahu-perahu tradisional khas Bugis milik masyarakat sekitar.

Kedua pantai ini selalu ramai dikunjungi wisatawan, terutama pada hari-hari libur.  Saat ini, biaya masuk di Pantai Lumpue untuk dewasa adalah Rp 3.000,- dan anak-anak sebesar Rp 2.000,-. Tersedia juga fasilitas tempat istirahat yang biasa disebut bola bale-bale . Berbeda dengan di Pantai Lumpue, di Pantai Tonrangeng belum dikenakan biaya masuk. Bila perlu, pengunjung cukup menyewa tempat istirahat.

 Dari hasil pengamatan Dinas Pariwisata Kota Parepare di lokasi terdapat 16  aktivitas wisata yang dapat dilakukan antara lain : tracking, hiking, climbing, fotografi, bersepeda, berperahu, memancing, piknik, berkemah, berenang, menyelam, berlayar, berjemur matahari, menikmati panorama, bermain di tepi pantai, dan olahraga pantai seperti jetski, voli pantai, parasailing. Saat ini pengelolaan objek wisata pantai Lumpue dengan luas 1,5 Ha dikelola oleh privat. Fasilitas yang ada di pantai Lumpue antara lain : area parkir, toilet, pintu gerbang, visitor centre, pos keamanan, bangku, shelter, penyewaan ban dan perahu, bahkan di pantai Lumpue juga terdapat sarana umum seperti puskesmas, fasilitas ibadah.

GOA TOMPANGNGE
GOA Tompangnge atau sering juga disebut Goa Kelelawar dan wisata minat khusus adalah dua hal yang sepertinya tidak dapat dipisahkan satu sama lain ini disebabkan karena Goa yang letaknya berada disebelah Tenggara Kota Parepare sangat menantang para pecinta alam untuk ditelusuri lebih jauh.

Goa ini dapat ditempuh dengan waktu kurang dari 45 menit dan pusat Kota. Ada dua jalan menuju Gua Tompangnge ini. Pertama jalan melaui Pesantren Al Badar,jalan ini cukup praktis karena dapat ditempuh melalui kendaraan hingga di bibir sungai. Sesampai di bibir sungai, dilanjutkan dengan jalan kaki sekitar satu hingga dua kilometer untuk sampai ke Gua Tompangnge ini Namun jangan khawatir kelelahan, di Pesantren Al Badar terdapat usaha sapi perah. Di sini orang dapat menikmati susu sapi murni yang diperas sendiri dari sapinya dan harganya pun terjangkau hanya Rp 10 ribu per botolnya. 

Sementara jalur kedua yang melalui Bilalangnge tembus hingga Lappa Angin, cukup jauh ditempuh dibandingkan dengan jalur pertama. Untuk melalui jalur ini, perjalanan harus ditempuh dengan jalan kaki sekitar 10 kilometer.

Namun demikian kelebihan melalui jalur kedua ini, hamparan pemandangan indah terlebih melalui pinggiran sungai akan menyertai perjalanan.

 Goa alam yang terbentuk karena terjadinya rengkahan badan bukit dan aliran air ini menjadi semakin eksotik karena dihuni oleh ribuan ekor kelelawar, dan binatang-binatang melata lainnya seperti biawak dan beberapa jenis ular.

Goa ini bentuknya sempit pada bagian mulut goa namun ketika masuk ke dalam anda menemui ruangan yang lebih besar menyerupai ruangan galeri, kemudian kembali mengecil ketika anda mulai masuk lebih dalam dan mempunyal banyak cabang (persimpangan).
Yang lebih menarik lagi karena disekitar Goa ini terdapat Air Terjun yang mana airnya mengalir dari untaian akar-akaran yang menggantung dan puncak bukit yang ada disebelah Goa Tompangnge.

Air Terjun Tompangnge

  Air Terjun Tompangne terletak di Bacukiki tepatnya arah masuk Pesatren Bilalang Kota Parepare kurang lebih 1 kilometer dari pesatren tersebut terdapat 3 situs yaitu Goa Kelelawar Tumpang. 
Air terjun Tumpang dan sungai Batu Tumpang, perjalanan kearah 3 situs ini cukup menyenangkan karena harus dilalui 1 kilo berjalan kaki menyusuri Bukit berumput sepaha tak terasa karena sangat terbuka tempatnya cuman disarankan menggunakan sepatu dan celana panjang.
Tiba di perduaan jalan antara ke Goa kelelawar Tumpang yang ke arah Kiri dan arah Air Terjun Tumpang kearah Kanan. Untuk sampai ke Air Terjun ini kita harus menuruni bukit terjal kurang lebih 200 Meter, mengenai asal usul siapa yang menemukan Air terjun ini sampai sekarang masih kabur menurut informasi masyarakat sekitar . Air terjun ini sendiri 2 tinggkatan dgn ketinggian bervariasi pd tinggkatan pertama ketinggiannya sekitar 4 meter sementara tingkatan kedua dgn ketiggian 8-9 meter sungguh pemandangan yg sangat menakjubkan.

Terumbu Karang Tonrangeng
  Warga Kota Parepare khususnya yang bermukim di kawasan Tonrangeng-Lumpue berpeluang menjadi pengusaha budidaya terumbu karang. Pemerintah Daerah (Pemda) Kota Parepare menyulap kawasan ini sebagai pusat pelestarian terumbu karang dan budidaya terumbu karang bagi warga masyarakat Parepare.

Bahkan, pada puncak Hari Jadi Kota Parepare yang ke-51, Gubernur Sulawesi selatan  H. Syahrul Yasin Limpo menyerahkan peralatan scuba diving (perangkat penyelam)  secara simbolis kepada warga UKM Terumbu Karang yang ada di Kota Parepare.

 Peralatan tersebut akan dimanfaatkan oleh UKM binaan pemerintah tersebut untuk kepentingan pelestarian terumbu karang di kawasan tersebut sekaligus juga untuk pengembangan usaha budidaya terumbu karang. Kawasan Terumbu Karang Tonrangeng-Lumpue memiliki luas sekitar 60 hektar. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh tim Coremap (Coral Reef Rehabilitation and Management Program atau Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang), ditemukan sebanyak 141 spesies terumbu karang.

Temuan dari tim kami di antaranya ikan karang dan ikan target sekitar 400 spesies. Pada tahun 2010 telah ditempatkan sebanyak 40 meja budidaya terumbu karang yang seluruhnya mencakup 800 subsrat karang.

Dari hasil tersebut, katanya, selanjutnya akan dikelola oleh warga masyarakat di bawah binaan Tim Konservasi Keanekaragaman Hayati Bappeda Kota Parepare dan Dinas Pertanian, Kehutanan, Perikanan, dan Kelautan (PKPK) Parepare.

Bahkan, tambahnya, pada tahun 2010 pihaknya juga telah menggelar pelatihan intensif untuk budidaya terumbu karang bagi 30 warga yang bermukim di sekitar kawasan konservasi tersebut.

Bendungan Lappa Angin
 Berbeda saat mengunjungi Gua Kelelawar yang harus ditempuh jalan kaki sekitar satu jam dari lokasi Pesantren DDI AL Badar, Bendungan Lappa Angin dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua atau roda empat sehingga tidak terlalu menguras tenaga.

Dari pintu gerbang Kelurahan Watang Bacukiki, lokasi Bendungan Lappa Angin ditempuh sekitar 4-5 kilometer. Saat memasuki pintu gerbang bendungan, terlihat tulisan yang tidak begitu rapi “ SELAMAT DATANG DI LA”. LA ini tentunya bukan singkatan dari Los Angeles yang sering kita dengar, namun akronim dari Lappa Angin yang merupakan  nama dari kampung tersebut.
Setelah puas berendam dan berenang, kami disuguhi tuak manis atau air nira. Tuak manis sangat nikmat rasanya sehingga terlihat dari rombongan yang minum hingga lebih dari dua gelas.
Tampaknya Bendungan Lappa Angin ini dapat menjadi lokasi wisata alternatif bagi warga Parepare dan sekitarnya.Menurut Iwan Asaad, Pemerintah Kota Parepare akan menjadikan lokasi ini sebagai salah satu objek wisata Kota Parepare.

Lokasi ini sangat cocok untuk dijadikan outbond sehingga tidak perlu mencari tempat jauh-jauh di luar kota, cukup di sini saja. Selain itu, bagi mereka yang ingin melakukan terapi sangat cocok di air terjun bendungan.

WATERBOOM

 Objek wisata Waterboom Parepare kini telah menjelma menjadi primadona bagi warga di kawasan Ajattappareng untuk mengisi liburan akhir pekan maupun liburan sekolah bagi pelajar. Di setiap akhir pekan, puluhan bus maupun mobil pribadi dari berbagai daerah di sekitar Parepare berjejal di kawasan waterboom.       
                                                                        
Puluhan mobil pribadi maupun bus dari berbagai daerah seperti Barru, Pinrang, Sidrap, atau Enrekang itu mengantar pengunjung yang hendak menikmati wahana permandian waterboom yang terletak di jantung Kota Parepare tersebut.

Wahana yang dioperasikan tahun 2010 itu tergolong lengkap. Selain memiliki tiga luncuran dengan tingkat ketinggian yang berbeda-beda dan kolam renang yang representatif, wahana permandian ini juga dilengkapi sejumlah fasilitas pendukung yang semakin memanjakan pengunjungnya.
Bagi pengunjung dari kalangan Muslim juga tidak perlu khawatir jika hendak berlama-lama hingga waktu shalat tiba karena disediakan pula musholah yang cukup luas menampung jamaah.
 Fasilitas-fasilitas tersebut antara lain ketersediaan puluhan gasebo-gasebo tempat pengunjung duduk bersantai bersama keluarganya sambil menikmati waterboom. Kemudian ada juga kolam khusus disertai luncur-luncuran untuk anak-anak. Terdapat pula tribun mini untuk menyaksikan aktifitas pengunjung di kolam maupun di luncur-luncuran.

Pengunjung yang hendak menikmati aneka minuman segar atau dingin, tinggal memesan pada petugas karena terdapat kantin dan kafe. Kafe tersebut juga dilengkapi puluhan tempat duduk dan meja untuk bersantai sambil menikmati panorama waterboom.

Untuk menikmati semua fasilitas yang tersedia, pengunjung hanya dipungut retribusi sebanyak Rp 15.000 per orang untuk orang dewasa, sedangkan bagi anak-anak cukup Rp 10.000. Bagi rombongan dengan jumlah 30 orang akan dibebaskan pembayaran dua orang.


0 komentar:

Posting Komentar