Kamis, 02 Mei 2013

TEMPAT REKREASI BARU DI SIDRAP SULAWESI-SELATAN

Membicarakan tempat wisata di Sulawesi Selatan tentu yang terlintas di benak kita adalah, Pantai Losari, Tanah Toraja, Bantimurung dan lainnya. Saat ini di Sulawesi Selatan terdapat tempat wisata yang menawarkan konsep berbeda dengan tempat wisata yang lainnya.

Taman Wisata Puncak yang terdapat di daerah Sidrap adalah tempat wisata terbaru yang ada di Sulawesi Selatan. Taman Wisata Puncak yang luas areanya mencapai kurang lebih 50 ha memberikan nuansa baru pemandangan danau, sawah dan bukit-bukit dari sudut yang berbeda dan sangat luas.

Di samping itu, Taman Wisata Puncak yang dapat ditempuh sekitar 30 menit dari kota Sidrap ini juga menyediakan fasilitas-fasilitas yang bisa dikatakan lengkap, natural atau bernuansa alam, yang dapat memberikan pengalaman yang menarik  yang nantinya membuat wisatawan betah untuk berkunjung.

Fasilitas itu antara lain Gazebo-Gazebo yang nyaman di tepi dan ditengah-tengah danau, dan juga ada di atas bukit, yang dibuat berhadapan langsung dengan danau, sehingga kita dapat memandang dan menikmati keindahan danau, sawah-sawah dan bukit-bukit, dari gazebo yang telah dibangun.

Taman Wisata Puncak merupakan  suatu kawasan yang dibentuk sebagai daerah tujuan  wisata alam dengan lokasi yang masih bernuansa pedesaan yang asri dan alami dan masih berada di sekitar perbatasan wilayah sidrap dan sengkang.

Fasilitas yang kami tawarkan cukup variatif dimana ada beberapa fasilitas yang bersifat umum maupun khusus seperti tempat perkemahan yang akan dijadikan sebagai tempat perkemahan terbesar di wilayah Sidrap, arena untuk penjelajahan yang menarik dan menantang, arena flying fox untuk menguji keberanian, sewa kuda tunggang, rumah pohon yang unik, lapangan untuk permainan yang luas, arena permainan rintangan dan ketangkasan, arena grass track dan motor ATV, Gazebo unik untuk pelepas lelah, dan juga dapat menikmati danau dengan bersepeda air/aqua bikes, bebek2 dan perahu/kanoe boat dan kolam renang, juga kolam pemancingan, serta program lainnya sesuai dengan pesanan

Untuk itu, bagi anda yang memiliki rencana berkunjung ke Sulawesi Selatan, Anda jangan sampai melewatkan kesempatan untuk berwisata ke Taman Wisata Puncak, yang dapat memberikan anda nuansa dan sensasi yang berbeda dalam berwisata.

Jika saat ini Anda, keluarga Anda, teman-teman, relasi maupun kantor Anda sedang merencanakan untuk melakukan perjalanan wisata ke daerah Sulawesi Selatan, jangan lupa luangkan waktu anda bersama keluarga ataupun teman-teman untuk menikmati nuasa dan sensasi yang berbeda dari Taman Wisata Puncak Bila-Sidrap.

Kabupaten Sidenreng Rappang (disingkat dengan nama Sidrap) adalah salah satu kabupaten di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia.Ibu kota kabupaten ini terletak di Sidenreng. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 2.506,19 km2 dan berpenduduk sebanyak kurang lebih 264.955 jiwa. Penduduk asli daerah ini adalah suku Bugis yang ta'at beribadah dan memegang teguh tradisi saling menghormati dan tolong-menolong. Dimana-mana dapat dengan mudah ditemui bangunan masjid yang besar dan permanen.

Daftar isi
  [sembunyikan]
1 Sejarah
2 Topografi
3 Perekonomian
4 Pariwisata
5 Transportasi
6 Referensi
7 Pranala luar   
[sunting]Sejarah
Berdasarkan Lontara’ Mula Ri Timpakenna Tana’e Ri Sidenreng halaman 147, dikisahkan tentang seorang raja bernama Sangalla. Ia adalah seorang raja di Tana Toraja. Konon Memiliki sembilan orang anak yaitu La Maddarammeng, La Wewanriru, La Togellipu, La Pasampoi, La Pakolongi, La Pababbari, La Panaungi, La Mampasessu, dan La Mappatunru. Sebagai saudara sulung, La Maddaremmeng selalu menekan dan mengintimidasi kedelapan adik-adiknya, bahkan daerah kerajaan adik-adiknya ia rampas semua. Karena semua adiknya tidak tahan lagi dengan perlakuan kakaknya, mereka pun sepakat meninggalkan Tana Toraja. Karena perjalanan yang melelahkan, mereka kehausan lalu mencari jalan ke tepi genangan air di pinggir danau. Namun, danau itu ternyata berada di hutan yang lebat, sehingga sulit bagi mereka untuk mencapainya. Karena harus menembus semak belukar yang lebat, mereka pun Sirenreng-renreng (saling berpegangan tangan).Sesampainya di sana, mereka minum sepuas-puasnya dan duduk beristirahat kemudian mandi. Setelah itu, mereka berdiskusi bertukar pikiran tentang nasib yang merka jalani. Akhirnya, mereka sepakat untuk bermukim di tempat itu. Di sanalah mereka memulai kehidupan baru untuk bertani, berkebun, menangkap ikan, dan beternak. Semakin hari, pengikut-pengikutnya pun semakin banyak. Tempat itulah yang kemudian dikenal“Sidenreng“, yang berasal dari kata Sirenreng-renreng mencari jalan ke tepi danau, dan danau itulah yang sekarang dikenal dengan danau Sidenreng. Dari situ, terbentuk kerajaan Sidenreng.
Menurut sejarah, Sidenreng Rappang awalnya terdiri dari dua kerajaan, masing-masing Kerajan Sidenreng dan Kerajaan Rappang. Kedua kerajaan ini sangat akrab. Begitu akrabnya, sehingga sulit ditemukan batas pemisah. Bahkan dalam urusan pergantian kursi kerajaan, keduanya dapat saling mengisi. Seringkali pemangku adat Sidenreng justru mengisi kursi kerajaan dengan memilih dari komunitas orang Rappang. Begitu pula sebaliknya, bila kursi kerajan Rappang kosong, mereka dapat memilih dari kerajaan Sidenreng .Itu pula sebabnya, sulit untuk mencari garis pembeda dari dua kerajaan tersebut. Dialek bahasanya sama, bentuk fisiknya tidak beda, bahasa sehari-harinya juga mirip. Kalaupun ada perbedaan yang menonjol, hanya dari posisi geografisnya saja. Wilayah Rappang menempati posisi sebelah Utara, sedangkan kerajaan Sidenreng berada di bagian Selatan.
Kedua kerajaan tersebut masing-masing memiliki sistem pemerintahan sendiri. Di kerajaan Sidenreng kepala pemerintahannya bergelar Addatuang. Pada pemerintahan Addatuang, keputusan berasal dari tiga sumber yaitu, raja, pemangku adat dan rakyat. Sedangkan di Kerajaan Rappang rajanya bergelar Arung Rappang dan menyandarkan sendi pemerintahanya pada aspirasi rakyat. Demokrasi sudah terlaksana pada setiap pengambilan kebijakan. Demokrasi bagi kerajaan Rappang adalah sesuatu yang sangat penting, salah satu bentuk demokrasinya adalah penolakan diskriminasi gender. Perbedaan gender tidak menjadi masalah, khususnya bagi kaum wanita untuk meniti karir sebagaimana layaknya kaum pria. Buktinya, adalah emansipasi wanita sudah ditunjukkan dengan seorang perempuan yang menjadi rajanya, yaitu Raja Dangku, raja kesembilan yang terkenal cerdas, jujur, dan pemberani. Wanita yang kemudian dikenal sukses menjalankan roda pemerintahan di zamannya.
Pada saat pengakuan kedaulatan republik Indonesia oleh Belanda tanggal 27 Desember 1949, berakhirlah dinasti Kerajaan Sidenreng dan Kerajaan Rappang. Ketika bumi Indonesia kemudian melepaskan diri dari belenggu penjajah, ketika pekik kemerdekaan menggema di seantero nusantara, kerajaan Sidenreng lebih awal menunjukkan watak nasionalismenya dengan bersedia melepaskan sistem kerajaan mereka. Padahal sistem itu sudah berlangsung lama, sampai 21 kali pergantian pemimpin. Mereka memilih berubah dan menyatu dengan pola ketatanegaraan Indonesia. Kerajaan akhirnya melebur menjadi kabupaten Sidenreng Rappang, dengan bupati pertamanya H. Andi Sapada Mapangile dan untuk pertama kalinya dalam sejarah pemerintahan Sidenreng Rappang dilakukan pemilihan umum untuk memilih bupati secara langsung pada tanggal 29 Oktober 2008 lalu.
Di daerah ini pernah hidup seorang Tokoh Cendikiawan Bugis yang cukup terkenal pada masa Addatuang Sidenreng dan Addatuang Rappang (Addatuang adalah semacam pemerintahan distrik di masa lalu) yang bernama 'Nenek Mallomo'. Dia bukan berasal dari kalangan keluarga istana, akan tetapi kepandaiannya dalam tata hukum negara dan pemerintahan membuat namanya cukup tersohor. Sebuah tatanan hukum yang sampai saat ini masih diabadikan di Sidenreng, yaitu: Naiya Ade'e De'nakkeambo, de'to nakkeana, artinya: Sesungguhnya adat itu tidak mengenal Bapak dan tidak mengenal Anak. Kata bijaksana itu dikeluarkan Nenek Mallomo' ketika dipanggil oleh Raja untuk memutuskan hukuman kepada putera Nenek Mallomo' yang mencuri peralatan bajak tetangga sawahnya. Dalam Lontara' La Toa, Nenek Mallomo' disepadankan dengan tokoh-tokoh Bugis-Makassar lainnya, seperti I Lagaligo, Puang Rimaggalatung, Kajao Laliddo dan sebagainya. Keberhasilan panen padi di Sidenreng karena ketegasan Nenek Mallomo' dalam menjalankan hukum, hal ini terlihat dalam budaya masyarakat setempat dalam menentukan masa tanam melalui musyawarah yang disebut TUDANG SIPULUNG (Tudang = Duduk, Sipulung = Berkumpul atau dapat diterjemahkan sebagai suatu Musyawarah Besar) yang dihadiri oleh para Pallontara' ahli mengenai buku Lontara') dan tokoh-tokoh masyarakat adat. Melihat keberhasilan TUDANG SIPULUNG yang pada mulanya diprakarsai oleh Bupati kedua, Bapak Kolonel Arifin Nu'mang sebelum tahun 1980, daerah-daerah lain pun sudah menerapkannya.Saat ini SIDRAP dipimpin oleh bupati termuda di Indonesia H. Rusdi Masse.


0 komentar:

Posting Komentar