Kamis, 02 Mei 2013

SITUS SEJARAH KABUPATEN GOWA

SEJARAH

Sebelum Kerajaan Gowa terbentuk, terdapat 9 (sembilan) Negeri atau Daerah yang masing-masing dikepalai oleh seorang penguasa yang merupakan Raja Kecil. Negeri ini ialah Tombolo, Lakiung, Samata, Parang-parang, Data, Agang Je’ne, Bisei, Kalling dan Sero. Pada suatu waktu Paccallayya bersama Raja-Raja kecil itu masygul karena tidak mempunyai raja, sehingga mereka mengadakan perundingan dan sepakat memohon kepada Dewata agar menurunkan seorang wakilnya untuk memerintah Gowa.

Peristiwa ini terjadi pada tahun 1320 (Hasil Seminar Mencari Hari Jadi Gowa) dengan diangkatnya Tumanurung menjadi Raja Gowa maka kedudukan sembilan raja kecil itu mengalami perubahan, kedaulatan mereka dalam daerahnya masing-masing dan berada di bawah pemerintahan Tumanurung Bainea selaku Raja Gowa Pertama yang bergelar Karaeng Sombaya Ri Gowa.

Raja kecil hanya merupakan Kasuwiyang Salapanga (Sembilan Pengabdi), kemudian lembaga ini berubah menjadi Bate Salapang (Sembilan Pemegang Bendera).

MASA KERAJAAN

Pada tahun 1320 Kerajaan Gowa terwujud atas persetujuan kelompok kaum yang disebut Kasuwiyang-Kasuwiyang dan merupakan kerajaan kecil yang terdiri dari 9 Kasuwiyang yaitu Kasuwiyang Tombolo, Lakiyung, Samata, Parang-parang, Data, Agang Je’ne, Bisei, Kalling, dan Sero.

Pada masa sebagai kerajaan, banyak peristiwa penting yang dapat dibanggakan dan  mengandung citra nasional antara lain Masa Pemerintahan I Daeng Matanre Karaeng Imannuntungi Karaeng Tumapa’risi Kallonna berhasil memperluas  Kerajaan Gowa melalui perang dengan menaklukkan Garassi, Kalling, Parigi, Siang (Pangkaje’ne), Sidenreng, Lempangang, Mandalle dan lain-lain kerajaan kecil, sehingga Kerajaan Gowa meliputi hampir seluruh dataran Sulawesi Selatan.

Di masa kepemimpinan Karaeng Tumapa’risi Kallonna tersebutlah nama Daeng Pamatte selaku Tumailalang yang merangkap sebagai Syahbandar, telah berhasil menciptakan aksara Makassar yang terdiri dari  18 huruf yang disebut  Lontara Turiolo.

Pada tahun 1051 H atau tahun 1605 M, Dato Ribandang menyebarkan Agama Islam di Kerajaan Gowa dan tepatnya pada tanggal 9 Jumadil Awal tahun 1051 H atau 20 September 1605 M, Raja I Mangerangi Daeng Manrabia menyatakan masuk agama Islam dan mendapat gelar Sultan Alauddin. Ini kemudian diikuti oleh Raja Tallo I Mallingkaang Daeng Nyonri Karaeng Katangka dengan gelar Sultan Awwalul Islam dan beliaulah yang mempermaklumkan shalat Jum’at untuk pertama kalinya.

MASJID AL HILAL KATANGKA
Masjid ini dibangun pada tahun 1603 M pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-24, I Manga’ragi Daeng ManrabbiaKaraeng Lakiung- gelar Sultan Alauddin. Kemudian pada tahun 1605 M , masjid dirombak menjadi masjid Kerajaan bernama Masjid Katangka. Beberapa pemugaran yang tercatat ialah:
  • Tahun 1818 oleh Mangkubumi Gowa XXX, Sultan Kadir
  • Tahun 1826 Oleh Raja Gowa XXX, Sultan Abdul Rauf
  • Tahun 1893 oleh raja gowa XXXIV , Sultan Muhhamad Idris
  • Tahun 1948 oleh Raja Gowa XXXVI, Sultan Muhammad abdul Aidid dan Qadhi Gpowa H. Manysur daeng Limpo
  • Tahun 1962 oleh Mangkubumi Gowa Audi Baso Daeng Rani Karaeng Bontolangkasa
  • Tahun 1979 oleh Depdikbud RI, selanjutnya masjid ini lebih dikenal oleh masyarakat sebagai masjid  Al Hilal Katangka.
Struktur masjid berukuran  14,1 x 14,4 meter dan bangunan tambahan 4,1 x 14,4 meter. Tinggi bangunan 11,9 meter dan tebel tembok 90 meter, Bahan baku berupa batu bata dengan atap genteng dan Lantai Porselen. Lokasi masjid berada di Kelurahan Katangka, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa.

BALLA LOMPOA
tempat bersejarah istana kerajaan gowa makassar yang berkedudukan di kabupaten gowa sulawesi selatan sekarang telah menjadi museum peninggalan kerajaan makassar gowa sulawesi selatan ( disampingnya dibangun duplikat istana tamalate merujuk pada ukuran aslinya di zaman lampau )
ISTANA Tamalate dan Balla Lompoa adalah sisa-sisa Istana Kerajaan Gowa yang sekarang berfungsi sebagai museum. Di dalamnya terdapat berbagai harta pusaka peninggalan Kerajaan Gowa pada zaman keemasannya.

Istana Tamalate dan Balla Lompoa terletak bersebelahan dalam satu kompleks di Sungguminasa, Gowa. Jarak lokasi ini sekitar 15 kilometer sebelah selatan pusat Kota Makassar.

Kompleks Kerajaan Gowa ini tepat berada di pusat Ibu Kota Kabupaten Gowa, Sungguminasa, Bangunan itu sama-sama berbentuk rumah panggung. Warnanya coklat tua, seluruhnya terbuat dari kayu ulin atau kayu besi. Tampak jelas usia bangunan ini tak lagi muda. Luas komplek adalah 1 hektare dan dikelilingi tembok tinggi.

Bangunan Istana Tamalate lebih besar dari Balla Lompoa. Adalah istana pertama Kerajaan Gowa sebelum kota raja dipindahkan ke dalam Benteng Somba Opu. Tapi Istana Tamalate yang sekarang berdiri di kompleks tersebut sebenarnya bukan bangunan istana yang asli. Karena yang asli sudah punah terkubur masa.

Istana Tamalate di sini adalah replika dari istana yang asli. Dibangun pada saat Syahrul Yasin Limpo menjadi Bupati Gowa tahun 1980-an. Bahan dan ukurannya disesuaikan dengan aslinya berdasarkan kajian terhadap sejumlah naskah Makassar kuno (lontara) yang menceritakan tentang Istana Tamalate.

Sementara Balla Lompoa adalah istana asli Kerajaan Gowa. Balla Lompoa dalam bahasa Makassar rumah besar atau rumah kebesaran. Fungsi Balla Lompoa adalah museum yang menyimpan simbol-simbol kerajaan, seperti mahkota, senjata, payung raja, pakaian, bendera kebesaran, serta barang-barang lainnya termasuk sejumlah naskah lontara.

Bangunan istana merupakan gabungan dari bangunan-bangunan utama dan pendukung yang saling terhubung. Bangunan dihubungkan dengan sebuah tangga setinggi lebih dari dua meter. Bagian depan bangunan adalah teras, lalu masuk ke ruang utama, dan ruang-ruang lainnya seperti kamar tidur yang pernah digunakan oleh raja.



0 komentar:

Posting Komentar